Rabu, 28 Oktober 2020

[Book Review] Cerita, Bualan, Kebenaran

SELAIN rajin main medsos dan gemar pura-pura lari pagi, aku pun (berusaha) rajin membaca. Membaca apa saja termasuk membaca hatinya. Hahahaha! Namun yang paling utama, tentu membaca buku. Mengapa? Sebab membaca itu penting bagi seorang penulis. 

Iya, lho. Jelek-jelek begini aku termasuk bisa disebut penulis. Meskipun tulisan-tulisanku belum secemerlang Mahfud Ikhwan, kalian toh tidak dapat menyebutku sebagai artis. Iya 'kan? Bagaimanapun prejenganku, sebutan yang paling cocok bagiku ya memang penulis. 

Astaga! Prolognya kepanjangan. Berpotensi berbelit-belit kalau tak segera diberantas. Padahal, intinya diriku hanya ingin pamer kalau pada Selasa lalu, 27 Oktober 2020, resensiku atas Cerita, Bualan, Kebenaran karya Mahfud Ikhwan dimuat Suara Kedaulatan Rakyat. Berikut ini adalah buktinya.  


D



Kisah di Balik Karya-karya Mahfud Ikhwan

Oleh Agustina Purwantini*

“ …. Resensi buku penting, tapi resensi tak pernah sama dengan kritik, dan peresensi bukanlah kritikus sastra.” (hlm 139)

DEMIKIAN statemen Mahfud Ikhwan dalam buku terbarunya yang berjudul Cerita, Bualan, Kebenaran. Namun, saya tak gentar. Justru gara-gara statemen itu, saya merasa perlu untuk meresensi buku tersebut. Tentu agar makin banyak orang yang membacanya dan kemudian tergerak untuk menjadi kritikus sastra.

Bukankah melalui statemen di atas, ia bermaksud mengingatkan adanya kelangkaan kritikus dalam dunia sastra Indonesia? Terkhusus kritikus yang mumpuni dan bernas. Yang persentase kelangkaannya meningkat beberapa tahun belakangan. Padahal, kegairahan dan minat terhadap sastra justru sedang tinggi.

Sungguh wajar kalau Mahfud Ikhwan menggelisahkan kondisi tersebut. Sebagai sastrawan, ia pastilah butuh kritikan bagus untuk karya-karyanya. Begitu pula para koleganya sesama sastrawan.  

Selain perihal kritikus, Mahfud Ikhwan berkisah tentang hal-hal di balik kelahiran Ulid Tak Ingin ke Malaysia, Kambing dan Hujan, dan Dawuk. Yang ternyata ketiganya butuh proses penulisan bertahun-tahun plus segala dinamika yang menyertai. Para penikmat sastra Indonesia pastilah tahu ketiga novel tersebut.

Alhasil pembaca bisa memperoleh banyak pelajaran, inspirasi, dan motivasi dari buku ini. Dua inspirasi yang dapat diambil adalah (1) kegigihan seorang Mahfud Ikhwan (semasa TK-kuliah) dalam mengatasi keterbatasannya untuk mengakses sumber bacaan/referensi bermutu; (2) sikap pantang mundurnya untuk menjadi penulis keren (ternyata dahulu cerpen-cerpennya pun kerap ditolak media massa).

Singkat kata, buku ini bermuatan serius namun tetap memunculkan kegokilan ala Mahfud Ikhwan. Jawaban atas sebuah wawancara mengenai perkembangan dan masa depan sastra Indonesia inilah salah satu contohnya.

 …. Karena tak ada hal yang terlalu tinggi yang pernah dicapai sastra kita, saya merasa tak perlu terlalu mengkhawatirkannya …. (hlm 137)

Sempurnakah buku ini? Tentu tidak. Selain kesempurnaan memang hanya milik-Nya SWT, de facto menyimpan secuil ganjalan yang berupa “pengulangan materi”. Maklumlah. Buku ini memang disusun dari tulisan-tulisan yang sebelumnya dimuat di berbagai media. Kalau Anda penggemar karya Mahfud Ikhwan, pastilah pula pernah membacanya sebelum membaca di sini. Hal demikian tak jadi soal benar. Yang agak jadi soal malah gangguan teknis yang berupa beberapa typo.

Namun, percayalah. Ketidaksempurnaan yang ada tak mereduksi arti penting buku ini. Maka Anda penikmat sastra Indonesia tak perlu ragu untuk membacanya. Bergegaslah untuk mendapatkannya. Mungkin Anda beruntung mendapatkan edisi perdana yang bernomor seri hingga 500 saja. Adapun buku yang saya pegang bernomor seri 244 dan ada tanda tangan sang penulis.  





  

SPESIFIKASI BUKU

Judul Buku:

CERITA, BUALAN, KEBENARAN (Mahfud Ikhwan dan Cerita-cerita yang Ditulisnya)

Penulis:

Mahfud Ikhwan

Penerbit:

Tanda Baca (Yogyakarta)

Terbit:

September 2020

Tebal:

vi + 144 hlm

Ukuran Buku:

12 x 19 cm

ISBN:

978-623-93977-1-5

 

*Alumni Sasindo UGM, blogger, tinggal di Yogyakarta 

 

 

 

 


8 komentar:

  1. Keren mba, bisa nembus media massa. Saluuut

    BalasHapus
  2. Byuh, minder saya kalau lihat kehebatan orang dalam menulis gini. Semoga makin sukses menulisnya mbak, terima kasih sudah main ke blog saya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, Mas. Insyaallah lain kali berkunjung lagi kalau sudah ada tulisan baru. Sambut saya dengan baik, ya. Hehehehe ....

      BTW saya belum menjadi penulis hebat. lho. Baru dalam tahap hebat wanna be. Doakan beneran jadi hebat, ya. Mari sama-sam menghebatkan diri. Oke? Tengkiyuu atas atensinya.

      Hapus
  3. penulis seperti terlihat sederhana, tapi hanya orang berbakat yang mampu melakukannya dengan sangat baik.

    Salut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namun, bakat hanya penentu 1 persen lho, Mas. Yang 99 persen kerja keras hihihi ... Buktinya banyak penulis yang berhenti nulis sebab kelah bin jenuh.

      Hapus
  4. Kereen banget Mba, resensinya sampai dimuat gitu 😍😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Terima kasih atas apresiasinya, ya.

      Hapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.