Kamis, 27 Februari 2020

[Book Review] Kumcer JANNA

HALO .... 

Apa kabar? Maafkan diriku yang lama tak mengurusi blog ini. Duh, kesusahan bagi waktu diriku ini. Hahaha! *Masalah klasik banget.*

Sampai-sampai untuk memamerkan resensiku ini, yang beberapa waktu lalu dimuat Kedaulatan Rakyat pun tak sempat. Tapi syukurlah, sekarang sempat. Silakan menikmati dan menyerap inspirasi darinya. *Semoga memang bisa menginspirasi, deh.*







Belajar Memahami Cinta dari Janna

Oleh Agustina Purwantini

BUKU kumpulan cerpen ini sungguh manis dan renyah. Kalau meminjam istilah anak gaul zaman sekarang, bolehlah disebut kriuk-kriuk. Cocok dibaca sebagai asupan nutrisi jiwa. Bisa menghibur sekaligus mengajak kita untuk merenungkan aneka hal yang terjadi dalam hidup ini. Bukan melalui bahasa dan jalinan kisah yang berat, melainkan sebaliknya. Ringan bermakna, tapi kadangkala tak terduga.

Janna menampilkan 17 kisah tentang perempuan, dengan beragam problematika kehidupan. Terkhusus yang berkaitan dengan cinta. Baik cinta indah berbalut kesetiaan, cinta runyam yang beraroma pengkhianatan, maupun cinta yang tak pernah menyatu.

Aroma kepedihan terasa amat pekat pada beberapa cerpen. Namun kerennya, untaian kalimat beserta para tokoh tidak tampil menye-menye. Justru sebaliknya. Mereka tampil sebagai sosok yang tegar. Dalam arti, mampu mengendalikan diri meskipun sedang berhadapan dengan situasi terburuk.

Dalam cerpen “Janna”, yang menjadi judul kumcer ini, ketegaran tersebut tampak pada sikap psikolog yang melayani Janna. Iya. Sebab merasa hubungannya dengan Teddy salah, Janna memutuskan berkonsultasi dengan psikolog. Surat cinta yang ditulis Teddy untuknya pun diperlihatkan sebagai pelengkap konsultasi.

Yang kemudian setelah meneliti surat tersebut, sang psikolog kehabisan kata. Ia tak kuasa untuk berterusterang kepada Janna. Mulutnya terkunci, tapi dalam hatinya sederet kalimat termaklumatkan. Bagaimana aku harus menyampaikan pada Janna kalau aku mengenali tulisan tangan dan tanda tangan yang mengakhiri surat itu. Bagaimana aku harus memberitahu Janna, kalau Teddy yang dicintainya adalah Hartedi, suamiku dan ayah dari anak semata wayangku. (halaman 124)

Ujung cerita tak terduga dan di luar ekspektasi pembaca, tampaknya menjadi trade mark kumcer ini. Yang terdahsyat terjadi pada cerpen “Pada Lembar Terakhir”. Cerpen tersebut berkisah tentang utuhnya cinta ibu Arya kepada ayah Arya. Meskipun sang suami berselingkuh dan kemudian menikah dengan selingkuhannya (saat usia Arya belum genap 2 tahun), cinta ibu Arya tetap bulat.    

Kehidupan Arya dan ibunya baik-baik saja meskipun dalam kondisi perekonomian terbatas. Hingga suatu ketika Rosetta, istri baru ayah Arya, datang. Ia memberitahukan kalau suaminya telah dimakamkan dua hari lalu. Ibu Arya pun syok dan merana sepeninggal sang pujaan hati. Sampai ajal menjemputnya.

Ketika orang-orang mengelilingi jasad ibunya sembari membaca Surah Yasin dan tahlil, Arya berulang kali membaca lembar terakhir catatan harian mendiang. Hati dan pikirannya tak menentu.

 .... Mpok Leha dan semua orang menjaganya rapat dariku sampai ibu meninggal dalam tidurnya. .... Aku adalah anak hasil hubungan gelap ayah dengan Rosetta. Saat ayah memilih untuk pergi, ibu memohon untuk dibolehkan merawat aku, sebagai tanda setianya pada cinta. Dan sebagai penanda bahwa ibu masih memiliki separuh dari diri ayahku yang berwujud aku. (halaman 158)

Demikianlah adanya. Janna memang memukau sejak cerpen pertama. Untaian diksinya manis. Plot ceritanya disusun sedemikian rupa sehingga penuh kejutan. Sengaja dibikin seperti ada kepingan puzzle yang hilang, tapi kepingan yang hilang itu justru memperjelas jalinan cerita. Keren! 




SPESIFIKASI BUKU

Judul    : Janna

Penulis : Oky E. Noorsari

Penerbit: Bhuana Sastra

Tahun Terbit: Agustus 2019

Tebal   : 160 hlm

Ukuran: 13x19

ISBN 978-623-216-403-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.