Kamis, 12 Juli 2018

[Book Review] A Real Chef is A Real Hard Worker



MESKIPUN cerpen yang terpilih untuk menjadi judul buku ini adalah "A Real Chef is A Real Hard Worker", aku justru lebih menggandrungi cerpen yang lain. Yup! Cerpen yang kugandrungi itu berjudul "Karena Aku Bukan Orang Cina Asli" (selanjutnya kusingkat KABOCA). 

Mengapa? Apa yang menjadi alasan atas kegandrunganku itu? Hmm. Itu lho, karena kegalauan yang dihadapi tokoh utamanya sebelas-dua belas dengan kegalauanku. Yakni kegalauan terkait rumah untuk pulang. Hehehe .... #malah curhat 

Cobalah bayangkan dan rasakan. Sengsara banget enggak, sih? Betapa terkoyaknya hati ini tatkala tiada rumah yang bisa dijadikan tujuan untuk pulang. Sementara kita amat rindu untuk pulang ke sebuah rumah. Apalagi kalau sebenarnya rumah itu ada, tapi kita tak diterima untuk pulang ke situ.

Itulah yang dialami oleh Dani, sang tokoh utama KABOCA. Selepas kontrak kerjanya di kapal, mestinya Dani bisa pulang ke rumah sang tante. Toh sang tante itu pula yang membesarkannya setelah mamanya meninggal dunia. 

Namun alih-alih menerima dengan hangat, sang tante justru menolak kepulangan Dani. Usut punya usut, ternyata dahulu sang tante tak ikhlas mengasuh sang keponakan. Itulah sebabnya saat Dani berpamitan untuk bekerja di kapal, sang tante tak mengharapkannya balik lagi. Jadi saat kontrak kerja Dani berakhir, sang tante tidak mau lagi menampungnya.

Sang keponakan dianggapnya sebagai beban dan bencana. Penyebabnya, darah Cina Dani tak lagi murni. Apa boleh buat? Dani memang terlahir dari ibu yang berdarah Cina asli. Sementara darah Cina ayahnya sudah tak lagi murni. 

Sungguh memilukan! Sebenarnya sama sekali bukan keinginan Dani jika faktanya, darah Cinanya tak lagi murni. Ia hanya menjalani takdir 'kan? Jadi, rasanya tak adil jika ia dikucilkan karena hal tersebut. 

Beruntunglah Dani kemudian teringat pada saran salah seorang kawan kerjanya di kapal. If you don't have a home, make one! Jika kau tak punya rumah untuk pulang, bangunlah rumahmu sendiri! Jiwa optimisme Dani pun kembali membuncah tatkala mengingat saran tersebut. 

Alhasil, ia memutuskan untuk membangun rumahnya sendiri. Yakni sebuah rumah yang kelak akan ditinggalinya dengan nyaman. Yup! Ia membangun "rumah" dengan cara menjadi guru basket di SMP tempatnya dulu bersekolah. Di mana banyak anak yang senasib dengannya; berdarah Cina namun tak lagi murni. 

Demikian isi salah satu cerpen yang terangkum dalam buku ini. Mengharukan, tapi sekaligus menyemangati jiwa-jiwa yang tengah pesimis sebab ditolak pulang. Dan memang, seluruh cerpen di buku ini bernada serupa itu. Bertemakan tentang semangat dan optimisme dalam menjalani kehidupan. 

Namun, tak ada gading yang tak retak. Begitu pula halnya dengan cerpen-cerpen dalam buku ini. Tema-temanya memang super keren. Akan tetapi, beberapa cerpen terasa kedodoran. Terasa masih kurang cermat digarap. Belum matang. 

Tapi tak mengapalah. Semoga saat ini, pada tahun 2018 ini, para cerpenisnya sudah lebih matang dalam berkarya. Toh buku ini terbit pada tahun 2012. Iya, semoga.


      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.