Kamis, 29 Juli 2021

[Book Review] Jangan Kautulis Obituari Cinta!

Gara-gara novel karya Ashadi Siregar yang berjudul Cintaku di Kampus Biru, yang kemudian difilmkan, UGM pun tenar dengan sebutan kampus biru. Berdasarkan sebutan itu, lalu banyak yang mengira gedung-gedung di UGM dominan dicat biru.

Duileee. Mengapa banyak yang berpikiran terlalu polos, ya? Biru yang dimaksudkan Ashadi Siregar tuh bukan merujuk pada warna cat gedung, melainkan pada birunya cinta.

Lalu, apa hubungannya dengan Jangan Kautulis Obituari Cinta! karya Rh. Widada ini?

Begini. Jangan Kautulis Obituari Cinta!, yang terbit puluhan tahun kemudian, seakan-akan menjadi antitesis dari Cintaku di Kampus Biru. Novel Jangan Kautulis Obituari Cinta! justru berkisah tentang "tak ada cinta di kampus biru". Tepatnya ketiadaan cinta di kampus biru bagi Kang Sujat (Gathot Sujati) dan Mei (Tyas Sumunar).

Siapakah mereka? Kang Sujat adalah mahasiswa abadi di jurusan Sastra Indonesia UGM. Ia tidak lulus-lulus sebab terlampau sibuk dengan kariernya sebagai wartawan/penulis dan aktivis mahasiswa pengkritik pamerintah.

Sementara Mei adalah yuniornya. Perkenalannya dengan Kang Sujat terjadi saat opspek. Kang Sujat menjadi panitia,  Mei sebagai mahasiswa baru. Keduanya saling tertarik. Namun, semesta ternyata tak memberikan takdir bersatu selamanya kepada mereka.

Sesuai dengan keputusan keluarga besar, baru beberapa semester kuliah Mei sudah dinikahkan dengan seorang tentara bernama Herjoko. Herjoko adalah tetangga yang sekaligus saudara sepupunya.

Walaupun keputusan tersebut diambil berdasarkan kebejatan Herjoko terhadap Mei di masa silam, ketika Mei masih berusia ABG, sesungguhnya Mei tidak mau menikah dengan Herjoko. Pelecehan seksual yang dilakukan Herjoko masih membuatnya trauma meskipun telah berlalu bertahun-tahun.

Akan tetapi, apa boleh buat? Mei hanya bisa menurut. Ia terpaksa mengorbankan cintanya kepada Kang Sujat. Ketidakbahagiaan pun menjadi konsekuensinya. Terlebih di kemudian hari terbukti bahwa Herjoko bukanlah suami yang baik. Ia punya WIL.

Pada akhirnya Kang Sujat dianiaya Herjoko hingga terluka parah di bagian kepala. Sehari di rumah sakit, ia pun meninggal dunia.

Herjoko bukan mata gelap akibat terbakar cemburu gara-gara sang istri berselingkuh dengan Kang Sujat. Herjoko sebenarnya hanya menjalankan tugas dari sang atasan. Adapun sang atasan mendapatkan mandat untuk "menyelesaikan" wartawan vokal itu dari sang penguasa kabupaten.

Apes nian nasib Herjoko. Ketika tugas berat itu sukses, ia justru terhantui rasa bersalah sekian lama. Selalu mimpi buruk dikejar-kejar Mei yang menggendong mayat Kang Sujat.

Sudah begitu, orang-orang yang menjadi otak pembunuhan pun ramai-ramai cuci tangan. Herjoko ditumbalkan! Seorang diri ia menerima hukuman. Ia pun diskenariokan membunuh sebab terbakar api cemburu.

Jangan berpikiran bahwa novel ini semata-mata tentang kisah cinta tragis belaka. Justru kisah cinta tersebut sekadar alat untuk menyampaikan "amanat" yang lebih berat. Iya, sesungguhnya novel ini hendak mengingatkan pembaca mengenai masa-masa kelam sebelum terjadinya gerakan reformasi.

Kang Sujat adalah representasi kaum aktivis pengkritik pemerintahan orde baru. Ia sekaligus mewakili dua kelompok, yaitu kelompok mahasiswa dan jurnalis. Yang keduanya sama-sama berpotensi memperoleh ancaman untuk "diselesaikan".

Sejarah mencatat, banyak aktivis mahasiswa Yogyakarta yang ditangkap. Ada pula Udin, wartawan Bernas, yang dihabisi sebab tulisan-tulisan vokalnya yang menyenggol sang penguasa sebuah kabupaten. Tepatnya kabupaten tempat domisili Kang Sujat.

O, ya. Saya yakin sang novelis merujuk pada Udin untuk penokohan Kang Sujat. Demikian pula, seorang kakak tingkat jauh di Sastra Indonesia UGM bikin saya menyimpulkan bahwa sang novelis merujuk pula kepadanya untuk penggambaran fisik Kang Sujat.

Alhasil, baca Jangan Kautulis Obituari Cinta! membuat saya bernostalgia dengan kampus biru di Bulaksumur sana. Yeah, bernostalgia sembari cekikikan sebab nyaris susah membedakan Kang Sujat dengan kakak tingkat yang menjadi rujukannya. Hehehe ....

Seperti biasa, tulisan Rh. Widada memang seru dan keren. Meskipun secara global ceritanya serius, nuansa humornya tetap terasa. Jadi, kamu dan kamu wajib membaca novel ini.

O, ya. Satu hal yang tak kalah penting. Novel Jangan Kautulis Obituari Cinta! pun mengkritisi solusi salah kaprah yang kerap dilakukan terhadap persoalan pelecehan seksual.

Selama ini khalayak pada umumnya beropini bahwa urusan kelar jika korban pelecehan seksual dinikahkan dengan orang yang melecehkannya. Sementara faktanya, penyintas pelecehan sosial akan makin depresi kalau dinikahkan dengan pelaku pelecehan. Inilah yang terjadi pada Mei. Sungguh kasihan. Ibarat sudah jatuh malah tertimpa tangga.

 

Penampakan Sampul Depan

 

Judul Buku: Jangan Kautulis Obituari Cinta! 

Penulis: Rh. Widada 

Penerbit: Penerbit Gading 

Tahun Terbit: Maret 2021 

Ukuran Buku: 14,5 x 21 cm 

Tebal Buku: ix + 232 hlm 

ISBN: 978-623-7177-71-5

 

 

32 komentar:

  1. Kayaknya menarik nih mba. Walopun pas baca tokoh kang sujatnya harus meninggal, lgs kepikiran ini sad ending apa Yasa :D. Aku memang menghindari buku sad ending sih. LBH suka baca spoilernya aja kalo hrs sad ending.

    Blm prnh baca buku2nya rh widada, jadi penasaran. TD coba cari dari ipusnas, buku2 beliau tapi ga terlalu banyak di situ.

    BalasHapus
  2. Iya,sad ending.

    BTW Rh Widada memang lebih produktif sbg editor dan ilustrator buku anak.

    BalasHapus
  3. Wow... sebagai alumni bulaksumur saya jadi tertarik juga u baca novelnya... dan sebagai murid Bang Hadi (Ashadi), saya menyesal belum baca novel-novelnya...

    BalasHapus
  4. Duh, sediiih nih vibes-nyaa
    tapi kadang kita butuh bacaan yg seperti ini.
    supaya tau kalo dalam hidup memang ga selamanya berisikan hal2 baik2 aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, tepat. Diajak membumi, enggak melangit terus.

      Hapus
  5. keren sih ini ceritanya, secara gak langsung mengajak pembaca untuk melihat keresahan yang seringkali terjadi disekitar kita, seperti salah satunya pelecehan seksual. terlepas dari itu, ilustrasi sampulnya walaupun gak menonjol tapi memiliki makna tersendiri, alhasil bikin orang penasaran pengen ngebaca isinya, termasuk saya.

    BalasHapus
  6. Bener,, aku juga geram dengan orang" yang mendukung korban pelecehan dinikahkan dengan pelaku.. aku ga bisa ngebayangi gimana hancurnya perasaan korban di saat" sprti itu :"(

    BalasHapus
  7. Semenarik ini ulasannya. Cerita dengan latar zaman dulu, menurut saya selalu berhasil bikin deg-degan, suka aja dengan kejadian dan ide tak terduga di dalamnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe ... Terima kasih. BTW dari masa lalu, zaman terdahulu, kita belajar.

      Hapus
  8. Ngeselin bener si Herjoko itu ya :( Aduh kelakuannya itu ga termaafkan. Kasian Mei, kasian Kang Sujat huaaaaa hiks :( :( Mewek nih kalau baca nocelnya sesenggukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahah tapi ada bagia yg bikin ketawa juga kok, Mbak ...

      Hapus
  9. Hahaha betul, dulu pertama lewat depan UGM ya heran, dimana biru nya, hahahaha

    masuk list daftar belanja novel bulan depan ini mba, thanks

    BalasHapus
  10. Sekilas narasinya mengingatkan ku pada peristiwa terbunuhnya wartawan Fuad Muhammad Syarifudin alias udin di tahun 1996. Akibat pemberitaan yang membuat panas para calon Bupati waktu itu, yang kebetulan berasal dari para Tentara, hingga nyawa pun menjadi taruhannya.

    BIsa jadi Herjoko adalah algojo dari para penguasa waktu itu yang ingin melenyapkan udin .atu kang sujat dalam cerita ini.

    BalasHapus
  11. Dari ulasannya menarik juga nih. Pesan moral yg disampaikan tentang cinta pun sangat apik dikisahkan. Jd penasaran pgn baca selengkapnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bacalah, Bang. Supaya lebih paham dan merasakan sendiri keseruan kisahnya.

      Hapus
  12. Ulasan yang menarik kak, kasihan Mei harus berakhir seperti itu, banyak pesan moral ternyata dalam novel ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas apresiasinya. Yoiii, padat makna banget ini novelnya.

      Hapus
  13. Banyak pesan yang dibawa oleh novel ini ya. Tak sekadar kisah cinta yang pilu, tapi juga pelajaran dari masa lalu di negeri ini.
    Ulasannya sangat menarik, Mbak. Bikin penasaran pengin baca keseluruhan isi novelnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas apresiasinya. Yuk, baca bukunya yuk..

      Hapus
  14. Ulasannya agak spoiler nih hihi tapi tetap penasaran apa yang terjadi pada Mei dan Herjoko apakah ia ditindak atas perbuatannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha iya, Mbak, sengaja demi memancing orang supaya mau baca bukunya. Sebenarnya kisahnya bukan ini saja. Tak sesederhana yg terlihat di sini.

      Hapus
  15. baca ulasannya sprtnya novelnya bagus ya mba. pengen baca

    BalasHapus
  16. Jenis novel yang membuat flashback momen di masa-masa lalu ya, di sini diarahkan ke bentuk lain. Dari tiga karakter utama itu sebetulnya sama-sama menderita ya

    BalasHapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.