Kamis, 07 Mei 2020

[Book Review] TOTTO-CHAN'S CHILDREN



MUNGKIN banyak di antara kalian yang sudah tahu, bahkan telah membaca, TOTTO-CHAN Gadis Cilik di Jendela. Namun, jangan salah sangka. Buku yang hendak kita ulas sekarang bukanlah buku tersebut. Silakan cermati terlebih dulu foto di bawah ini. Judulnya berbeda ‘kan? Akan tetapi, penulisnya sama.   




TOTTO-CHAN Gadis Cilik di Jendela berisi cerita tentang masa kecil Tetsuko Kuroyanagi, si penulisnya. Sementara TOTTO-CHAN’S CHILDREN A Goodwill Journey to the Cildren of the World (True Story) berisi cerita tentang perjalanan Tetsuko Kuroyanagi (dewasa) ke berbagai negara; dalam rangka “menyapa” anak-anak yang tak beruntung. 

Yup! Semua memang bermula dari memoar masa kecil Tetsuko Kuroyanagi. Sukses internasional yang dicapai oleh TOTTO-CHAN Gadis Cilik di Jendela itulah, yang menyebabkan Tetsuko Kuroyanagi dinilai layak menjadi Duta Kemanusiaan UNICEF. 

Maka sejak tahun 1984 – 1997, ia rutin melakukan perjalanan kemanusiaan untuk anak-anak dunia. Yang “hasilnya” terdokumentasikan secara indah, dalam TOTTO-CHAN’S CHILDREN A Goodwill Journey to the Cildren of the World (True Story) ini. 

Bermula dari Tanzania, Nigeria, India, Mozambik, Kamboja-Vietnam, Angola, Banglades, Irak, Etiopia, Sudan, Rwanda, Haiti, Bosnia-Herzegovina, Mauritania, Uganda, hingga ke Kosovo. 

Kiranya melihat nama-nama negara tersebut, kalian seketika bisa paham. Langsung dapat membayangkan situasi dan kondisi masing-masing negara. 

Ada yang dilanda peperangan terus-menerus. Ada yang sudah bertahun-tahun tak menikmati hujan sehingga tanahnya kering kerontang. Ada yang pepohonannya dikonsumsi habis sebagai bahan bakar, akibat ketiadaan pasokan listrik. Dan lain-lain kasus, yang tak kalah ngenes

Yang tentunya semua sangat berpengaruh, terhadap tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak. Kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang layak, pendidikan, kesehatan, air bersih, susu, dan bahan pangan bergizi pun tak terpenuhi. 

Menurutku, buku ini luar biasa. Sejak bagian “prolog”-nya saja sudah mampu mengoyak-koyak perasaan pembaca. 

.... Kepala desa yang sudah tua di Tanzania, berkata kepadaku, “Miss Kuroyanagi, saat Anda kembali ke Jepang, ada satu hal yang saya ingin Anda ingat. Orang dewasa meninggal sambil mengerang, mengeluhkan rasa sakit mereka. Tapi anak-anak hanya diam. Mereka mati dalam kebisuan, di bawah daun-daun pisang. Memercayai kita, orang-orang dewasa.” .... (hlm 17) .... 

Untuk selanjutnya dari halaman ke halaman, perasaan terkoyak-koyak itu bermuara pada satu kesadaran baru. Yakni kesadaran untuk bersyukur, atas kehidupan yang telah kita miliki. Apa pun dan bagaimanapun bentuknya. 

Terlebih jika pada kenyataannya, kita lahir dan tumbuh dewasa di sebuah negara yang relatif aman tentram. Masa kecil kita baik-baik saja. Tidak mengalami kekurangan nutrisi. Kalau sakit, fasilitas kesehatan dan obat-obatan pun tersedia. Tidak pernah pula menjadi pengungsi tanpa masa depan. 

Lain halnya dengan anak-anak yang dikunjungi oleh Tetsuko Kuroyanagi. Yang di sepanjang hidup mereka, sejak lahir sampai berusia remaja, mesti berhadapan dengan kepahitan-kepahitan. Ada yang trauma dengan peperangan; ada yang depresi sebab dilanda ketakutan akut secara terus-menerus. 

Itu pun kalau mereka beruntung masih hidup sampai besar. Sebab faktanya, tak sedikit anak yang meninggal dunia semasa usia balita. Maka tidak mengherankan, saat seorang anak Ethiopia yang berusia 5 tahun ditanya cita-citanya, ia menjawab, “Aku ingin hidup”. (hlmn 212) 

Demikianlah adanya. Dalam buku ini, Tetsuko Kuroyanagi berbagi kisah tentang kesengsaraan anak-anak di sebagian negara berkembang. Tujuannya untuk mengetuk hati banyak orang sehingga mereka peduli, kemudian bersedia membantu anak-anak itu. Dengan cara masing-masing, sebesar kemampuan masing-masing. Demi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak itu. 

Jerit kepiluan yang disampaikan buku ini amat kuat meskipun kalimat-kalimat penyampaiannya tidak alay (dramatik). Apalagi ada beberapa foto sebagai pelengkap. Tahu sendiri 'kan? Sering sekali sebuah foto bicara banyak ketimbang narasi yang segambreng. 

O, ya. Tak kujumpai adanya salah ketik di buku ini. Editornya kece badai, deh. Hehehe... 


SPESIFIKASI BUKU 

Judul Buku: 
TOTTO-CHAN’S CHILDREN A Goodwill Journey to the Cildren of the World (True Story) 

Penulis: 
Tetsuko Kuroyanagi 

Penerjemah: 
Ribkah Sukito 

Penerbit: 
Gramedia Pustaka Utama 

Tahun Terbit: 2015  (Cetakan ke-7) 

Ukuran Buku: 
14 x 20 cm 

Tebal:
vi + 328 hlm 

ISBN:
978-979-22-5998-8




10 komentar:

  1. Orang-orang yang berisik komentar tentang negaranya tapi gak ngasih solusi apa-apa harusnya baca buku ini. Biar paham. Melek. Jika dibandingkan negara lain, kita emang masih jauh, tapi di sisi lain kita juga sangat hangat dan ada harapan untuk maju.
    Buku ini agaknya bakal terus dicetak ulang sampai akhir hayat nanti.
    Btw ada part Kosovo juga ya? Cowok Kosovo ganteng ganteng oe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa buku ini inspiratif dan mampu menggedor ruang kesadaran kita untuk lebih peduli pada sesama, terkhusus pada anak-anak, klo gak bebsl siiih.. Klo digedor-gedor tetap membebalkan diri yo piye meneeehh.


      Iyaa patt Kodovo di buku ini adaaa. Tapi dikiiitt. Ada potonya pula, tapi bukan poto para pria mudanya. Hanya anak-anak dan eyang-eyang.


      Hapus
  2. to be honest bacanya berasa sedih gitu ya padahal ini baru ringkasannya dari Mba, sebagai orang yang punya rasa sosial tinggi, kayak ada yang perih gitu baca kehidupan mereka dari buku ini, beruntunglah kita bisa lahir di negeri yang aman dan damai ini, kita tidka harus mengalami trauma peperangan, atau dilanda panas yang berkepanjangan atau kepahitan lainnya, jadi penasaran pengen baca bukunya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya klo baca langsung bukunya lebih bikin sedih.

      Sempatkanlah membacanya, Mbak.


      Hapus
  3. Aku ingin hidup. Duh langsung makdeg bacanya! Aku jualan buku ini btw hahaha. Tapi malah belum baca saking banyaknya buku yang dijual. Tapi aku baca yang Toto Chan versi pertama pas dia sekolah di bus tua. Btw, editornya keknya apik kalau diapresiasi ditulis Mbak. Jos loh gak ada salah ketik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaaai... Totto Chan yang versi dia kecil bukan di bus tua, melainkan di gerbong kereta api tua...


      Hapus
  4. Jadi flashback ke tahun-tahun dimana masih kuliah pas baca novel ini. Dan baru nyadar, aku ga tamat baca novelnya mba. hahahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... Engkau pinsan sekian lama, ciiinn. Oiya, ini bukan novel, lhooo. Ini kisah nyata, catatan perjalanan yang inspiratif.

      Hapus
  5. Aku udah lama pengen baca buku ini tapi belum kesampaian! Banyak yang bilang katanya bagus karena bisa bikin kita jadi lebih banyak bersyukur dan jadi lebih peduli. Tapi ternyata ada cerita tentang kesengsaraan anak-anak juga ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Justru inti kisah yang ditulis adalah kesengsaraan anak-anak...

      Hapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.