Kamis, 16 September 2021

[Book Review] Novel TERBANG

APA kabar? Semoga kalian senantiasa sehat, ya. Semoga pula selalu dalam lindungan dan keberkahan-Nya plus hepi eperitaim. Baiklah. Agar makin hepi, sekarang kupersembahkan ulasan sebuah novel inspiratif berjudul Terbang

Adakah di antara kalian yang pernah membacanya? Atau jangan-jangan, baru pernah menonton filmnya? Yoiii. Novel Terbang yang based on true story ini memang telah difilmkan dengan judul sama. Aku pun sesungguhnya telah lebih dulu menonton film Terbang daripada membaca novelnya.

Bahkan terusterang saja aku baru tahu kalau film tersebut ada novelnya, setelah menerima hadiah lomba menulis dari KOMiK Community (Komunitas Film Kompasiana). 

Silakan baca di sini untuk tahu lebih banyak tentang KOMiK Community.

Andai kata hadiah yang kuterima novel lain (bukan Terbang), kemungkinan besar sampai sekarang aku tak tahu  kalau di dunia ini ada novel tersebut. Hahaha!

Filmnya kutonton pada tahun 2018. Novelnya kubaca pada tahun 2021. Ada selisih tiga tahun, sebelum akhirnya kutahu bahwa Terbang dapat dinikmati dalam bentuk film dan novel.

Sebuah kebetulan yang indah. Sebuah perjodohan yang tak disangka-sangka. Seperti halnya perjodohan Onggy (tokoh utama novel Terbang) dan Candra.

Keduanya bertemu pertama kali ketika Onggy (yang juga dipanggil A Chun) mentraktir Ailing, keponakannya, untuk potong rambut di salon. Yup! Candra adalah karyawan salon yang mereka datangi.

Tanpa banyak drama dan kelokan seperti halnya kisah percintaan kalian (... hahahaha ...  kisah percintaanku juga siiih ...), menikahlah Onggy dan Candra. So sweet mereka. Saling mencintai sepenuh hati. Candra selalu mendukung apa pun yang dilakukan Onggy.

Akan tetapi, ada terlalu banyak ujian atas ketulusan Candra itu. Terkhusus ujian yang berupa jatuh bangunnya perekonomian rumah tangga mereka. Berbeda dengan kisah percintaannya yang mulus, kisah perjuangan Onggy untuk lepas dari jeratan kemiskinan amatlah dramatis. Penuh kelokan, tanjakan, dan turunan tajam.

Onggy yang lahir dan tumbuh remaja di Tarakan pada masa awal Orde Baru, di sebuah keluarga Tionghoa miskin, memang telah akrab dengan kesulitan ekonomi sejak kecil. Jadi, semua kepahitan akibat jatuh bangun usaha yang dirintis tak membuatnya menyerah. Mental perjuangannya telah tertempa dengan valid.

Jauh-jauh ia merantau ke Surabaya untuk kuliah sambil kerja apa saja. Dilanjut merantau ke Jakarta dan sempat pula berada dalam situasi huru-hara kerusuhan '98, yang mencekam bagi orang-orang keturunan Tionghoa. 

Apakah kemudian ia sukses menjadi orang kaya? Di film dan novelnya tidak digambarkan secara eksplisit. Akan tetapi, dalam dunia nyata Onggy memang sukses meraih kebebasan finansialnya. Silakan berselancar di internet dengan kata kunci "Onggy Hianata" untuk tahu lebih banyak.

Begitulah adanya. Kisah Onggy membuktikan bahwa hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Usaha yang serius pastilah akan membuahkan hasil yang serius.

 

Dokpri

 

Novel Terbang memang ditulis dengan tujuan untuk menginspirasi dan memotivasi. Pembacanya diharapkan meneladani semangat Onggy untuk sukses. Selain itu, pembaca disadarkan mengenai pentingnya pendidikan untuk meraih masa depan yang baik. 

Andai kata Onggy kecil tak bersekolah, tentulah ia tak bakalan terbuka wawasan dan pikirannya.  Tak bakalan berani bercita-cita tinggi menembus batas cakrawala Tarakan, apalagi berusaha mewujudkannya. 

Novel Terbang juga menyadarkan kita bahwa orang-orang dari etnis Tionghoa sama halnya dengan orang-orang dari etnis lain. Tak selalu kaya raya dari bisnis yang mereka jalankan. Ada pula yang hidupnya sederhana cenderung berkekurangan seperti keluarga Onggy.

Dikisahkan, ayah Onggy hanyalah karyawan sebuah toko kelontong. Ia jujur dan tipe karyawan yang berdedikasi. Akan tetapi, nasibnya kurang mujur sebab pemilik toko tak pernah menaikkan gajinya. 

Alhasil dari sekian banyak anak, hanya A Lie (kakak Onggy) yang disekolahkan. Pertimbangannya, A Lie yang berotak paling encer. Adapun Onggy bisa bersekolah gratis sebab jaminannya kecemerlangan prestasi sang kakak. Oleh sekolah, A Lie diberi beasiswa berupa nol biaya sekolah bagi adiknya. 

O, ya. A Lie dan A Chun bersekolah di sekolah negeri. Jadi, pergaulan di situ lintas suku dan agama, baik dari kalangan siswa maupun guru. Demikian pula halnya dengan pergaulan keseharian keluarga mereka. 

Sesungguhnyalah Terbang menyadarkan kita akan kemajemukan Indonesia, yang mesti disikapi dengan sikap saling bertoleransi. Bukan malah disikapi dengan antipati dan caci maki.

Menurutku, novel ini pun menegaskan bahwa seseorang bakalan sukses atau tidak, patut dihargai atau tidak, berdasarkan upaya-upaya yang dilakukan dan sikapnya. Sama sekali bukan berdasarkan SARA yang melekat padanya. 

Yup! Novel ini idealnya wajib dibaca oleh anak-anak muda agar berani "terbang" demi meraih cita-cita tertinggi mereka. Namun, orang-orang menuju tua dan yang sudah beneran tua pun tak haram untuk membacanya. Toh mencari inspirasi dan motivasi tak melulu milik anak-anak muda. 

Terlepas dari segala pujian dan sisi baik yang dimiliki, novel Terbang sukses menambah wawasan keindonesiaan pembaca. Salah satunya, melalui kisah Onggy beserta keluarga dan teman-temannya, pembaca menjadi tahu kondisi Tarakan semasa periode awal Orde Baru. Yang pastilah amat jauh perbedaannya dengan kondisi Tarakan sekarang. 

Secara umum novel ini kunilai bagus dalam hal ide dan cara berceritanya. Tujuan menginspirasi dan memotivasinya pun disampaikan dengan cerdik melalui adegan/dialog yang membuat pembaca tersenyum.-senyum simpul. Mengisyaratkan bahwa kepahitan hidup tak melulu harus diratapi, tetapi adakalanya butuh ditertawakan juga. 

Toh kenyataannya, ada sisi-sisi konyol yang berpotensi mengundang tawa dalam hidup ini. Iya. Bukankah hidup memang penuh warna?

 

SPESIFIKASI BUKU

Judul Buku: TERBANG Menembus Langit

Penulis: Silvarani

Penerbit: Noura 

Tahun Terbit: 2018

Tebal Buku: xii + 276 hlm

Ukuran Buku: 14 x 22 cm

ISBN: 978-602-385-456-1




22 komentar:

  1. Kalau Mbak Tina baru tahu novelnya ada, lha aku baru tahu novel juga filmnya..oalah kudet bener
    Oia, pesan moral tentang semangat terbang untuk meraih cita-cita tertinggi ini bagus sekali. Senang dengan cerita soal kemajemukan dan motivasi begini.
    Mbak itu A Lie dan A Chun disebutkan sekolah di sekolah negeri. A Chun itu siapa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada alinea 7 telah saya tuliskan .... Onggy (yang juga dipanggil A Chun)

      Hapus
  2. Silvarani ini kayak nya spesialis menovelkan film ya. Paling tidak, seringlah. Selain Terbang, dia juga menovelkan film Ada Apa Dengan Cinta.

    Jujur, berdedikasi, pekerja keras, rajin nggak selalu menjamin sukses. Seperti ayah A Chun (dan sesungguhnya, banyak orang lainnya). Kalo udah gini, terasa dikhianati oleh usaha nggak sih? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bhahaha iya, Mbak. Beneran itu, selintas ada rasa dikhianati juga.

      Hapus
  3. Cerita Tionghoa suka sekali menyisipkan kisah tentang kesuksesan dan perjuangan ya mbak. Di sini kentara sekali bahwa mengubah jalur kemiskinan itu memang berat, dan penuh tantangan.

    BalasHapus
  4. Wah ternyata ada bukunya. Kalau nggak mampir ke mari, aku nggak akan pernah tau kalau film Terbang ini ada bukunya. Cukup membekas diingatan menikmati perjuangan hidup dari Onggy. Belum lagi ngebayangin kehidupan Chandra yang nggak selalu manis. Apalagi pas adegan hamil besar di pasar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi ternyata kita senasib. Kalau tak dapetin novel ini, saya pun gak bakalan ngerti.

      Hapus
  5. Wah tentang Pak Onggy, jadi pengen baca juga novelnya. Penasaran seperti apa perjuangannya.
    Kalau di zaman orba dulu sepertinya masih banyak diskriminasi ya. Jadi sedih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, zaman Orba aturan amat ketat dan tak adil bagi saudara-saudara kita dari etnis Tionghoa.

      Hapus
  6. Aku setuju, karena pendidikan pula lah yang membukakan pikiran untuk mau terus maju menjadi lebih baik. Karena bisa 'terbang' itu juga butuh proses, harus ada kegigihan dan ketekunan. Keren nih keren

    BalasHapus
  7. Sudah pernah nonton tapi baru tau klo ini ada buku novelnya juga😅 terlepas dari SARA tapi mmg aku pribadi mengakui kalau soal pendidikan dan kegigihan bekerja, etnis tionghoa mmg betul2 patut diacungin jempol dan kita tiru. Cocok nih untuk para kaum rebahan biar semangt menggapai cita2 . Nice review👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayuks kita semangat buat bangkit dari rebahan. Hehehe ....

      Hapus
  8. Aku baru tau ada film yg diangkat dari Novel judulnya Terbang haha.. aduh gak update soal film & buku nih.. kyknya bagus deh, pengen nonton filmnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha ... Hidup memang bgitu kok, Mbak. Kita gak up date di satu bidang, tetapi di bidang lain bisa sangat up date.

      Hapus
  9. kayaknya pernah diangkat jadi film ya ini? baru tahu ternyata ada novelnya dulu, wkwk.

    BalasHapus
  10. Kisah Onggy ini sangat menginspirasi ya. Selama ini taunya kalau keturunan Tionghoa ya pasti kaya. Jarang ada yang menceritakan keluarga Tionghoa dengan kehidupan ekonomi yang kesusahan seperti keluarga Onggy ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah adanya. Klo saya di dunia nyata pernah tahu juga satu keluarga Tionghoa yg senasib dengan keluarga Onggy.

      Hapus
  11. Bagus ceritanya inspiratif tentang perjuangan hidup, nggak semua Tionghoa itu mulus jalannya, ya semua sih. AKu malah baru tahu juga ini ada novelnya setelah tahu ada filmnya, oalaahh hahahaa. Mbak Tina, fontnya mungkin bisa dikecilin supaya lebih ramah di mata? :)

    BalasHapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.