Kamis, 09 Maret 2017

[Book Review] KOMIK 100 PERIBAHASA

SIAP membaca buku ini berarti siap bersukaria dengan kata-kata. Siap tersenyum-senyum simpul, bahkan cekikikan sendirian. Jangankan saat membacanya. Saat pertama kali melihat buku ini pun (calon) pembaca sudah dibuat tersenyum-senyum simpul kecampuran kepo. 

Betapa tidak kepo? Penampakan karakter kakek dan nenek di sampul depan sudah menggoda syaraf tertawa kita. Keduanya duduk berpunggungan sembari memegang gunting. Lengkap dengan ekspresi kocak masing-masing. Hal ini tentu membuat pembaca bertanya-tanya, "Apa yang terjadi? Mereka sedang melakukan apa?"  

Beberapa peribahasa pun terlihat berserakan di sampul depan dan sampul belakang. Sudah pasti hal demikian menerbitkan keingintahuan (calon) pembaca. Terlebih pembaca anak-anak yang merupakan target utama buku ini. Atau, pembaca dewasa yang sebelumnya tak pernah peduli dengan peribahasa. 
 

Penampakan sampul depan.

Penampakan sampul belakang.

Bukan rahasia lagi bahwa belakangan ini peribahasa kurang terdengar gaungnya. Jarang dipergunakan lagi dalam percakapan sehari-hari. Padahal dalam peribahasa terkandung banyak nasihat, sementara nasihat tersebut dapat membangun budi pekerti yang baik. Kiranya dengan tujuan untuk mengembalikan eksistensi peribahasa inilah, Komik 100 Peribahasa diterbitkan.  

Mengapa anak-anak perlu belajar peribahasa? Sebagaimana telah disinggung di atas, dalam peribahasa terkandung nasihat. Maka ketika anak-anak sudah akrab dengan peribahasa, nasihat-nasihat akan cenderung mudah mereka terima. Pendidikan budi pekerti pun bakalan lebih mudah untuk disampaikan. Jangan lupa, ala bisa karena biasa 'kan? Jika anak-anak tidak dibiasakan sejak dini untuk mengakrabi nasihat, kemudian langsung berusaha mempraktikkannya, kapan lagi?

Lalu, mengapa bentuk komik menjadi pilihan cara untuk mengenalkan peribahasa kepada anak-anak? Sudah pasti karena komik menyenangkan. Sementara kita mafhum bahwa tabiat anak-anak adalah bermain-main dan bersenang-senang. Maka pembelajaran peribahasa melalui komik akan mengasyikkan bagi mereka. 

Wujud dan isi buku ini memang menarik. Wujudnya yang berwarna-warni sedap dipandang mata. Sementara isinya, cerita-ceritanya, senantiasa mengundang senyuman. Sangat jenaka sekaligus menambah pengetahuan perihal peribahasa. Ilustrasi-ilustrasinya pun tidak kalah gokil. Lihatlah salah satu contohnya berikut ini. Si nenek gaul sekali 'kan? Main laptop! 
 



Buku tebal berukuran kuarto ini sungguh keren. Mampu menghibur  sekaligus mengedukasi pembacanya. Terkhusus dapat memberikan contoh penggunaan peribahasa secara tepat dalam percakapan sehari-hari. Dengan demikian, anak-anak (dan siapa saja) yang membacanya mudah paham. Baik paham maknanya maupun paham penggunaannya. 

Ada hal "sepele" yang mampu meningkatkan kadar kekerenan buku setebal 200 halaman ini. Hal apakah itu? Yakni adanya satu typo saja. Hebat 'kan penyuntingan naskahnya? Typo tersebut terletak di halaman 198. Tertulis: Pemasarannya lari keliling lapangan sepuluh kali. Mestinya ditulis: Pemanasannya lari keliling lapangan sepuluh kali. 

Dengan segudang kelebihannya, apakah Anda tidak tertarik untuk segera membeli dan membaca buku ini? Rugi lho, kalau sampai tidak membacanya. Jika Anda tetap tak sempat membacanya, anak-anak Anda tentu sempat. Mereka pasti bakalan tertarik. Bukankah wujud fisiknya sangat menarik?

O, ya. Terkhusus untuk anak-anak yang bercita-cita menjadi penulis, buku ini wajib dibaca. Mengapa? Sebab penggunaan peribahasa dapat memperkuat sebuah tulisan. Nah, lho!

SPESIFIKASI BUKU
Judul                : Komik 100 Peribahasa
Penulis             : Dian K & Aan W
Ilustrator          : Wawan Kungkang
Penerbit           : Qibla (Penerbit BIP)
Tahun Terbit    : 2017
Halaman          : 200

  

8 komentar:

  1. Terima kasih banyak review-nya, Mbak :)

    BalasHapus
  2. Satu kata untuk penulis buku... kreatif (y)

    Untuk penulis review... No Comment Heheh :)

    BalasHapus
  3. Buku tentang Pribahasa ini Kreatif ia, bisa menggali nilai-nilai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Netul, Pak, sangaat kreatih. Nguri-uri budaya peribahasa melalui cara yang menyenangkan.

      Hapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.