Kamis, 10 Februari 2022

[Book Review] Berburu Buaya di Hindia Timur


Buku dan kopi (Dokpri www.tinbejogja.com )

Berburu Buaya di Hindia Timur adalah kumcer. Kumpulan enam cerita. Tepatnya cerita pendek, cerpen, tetapi cerpennya cerpen yang lumayan panjang.

Berarti fiksi. Namun, fiksi yang  faktual. Cerita-cerita yang disampaikan fiksi, tetapi fakta-fakta sejarah yang dipergunakan sebagai latar tempat dan waktu sungguhan terjadi.

Katakanlah, cerita-cerita dalam buku ini mengisahkan sisi lain dari kisah sejarah, yang biasanya kita baca di buku-buku rujukan sejarah.

Perkara sisi lain itu sekadar fiksi hasil rekaan penulis, tak jadi soal. Toh Berburu Buaya di Hindia Timur tidak mengklaim diri sebagai buku sejarah.

Justru sebaliknya, buku ini menahbiskan diri sebagai buku cerita. Sebagaimana kalimat pemberitahuan yang tercantum di sampul belakangnya: Keenam cerita dalam buku ini menempati celah-celah yang ditinggalkan sejarah tulis.

Nah. Perhatikan baik-baik: ... menempati celah-celah yang ditinggalkan sejarah tulis.

Berarti bukan peristiwa sejarah sebab sifatnya personal, tidak berpengaruh terhadap kondisi masyarakat. Namun, bukan pula sepenuhnya fiksi.

Demikianlah adanya. Buku kumcer ini diracik dari fiksi dan fakta dalam takaran yang proporsional. Jadi, pembaca  bisa terhibur sekaligus tersadarkan bahwa di balik peristiwa bersejarah suatu bangsa, ada cerita-cerita "kecil" yang tak tercatat.

Bagi saya, buku ini mengandung emosi yang komplet. Cerita-cerita di dalamnya ada yang bikin marah, bergidik ngeri, merinding sebab takut pada hantu, tertawa-tawa geli, geleng-geleng kepala tak habis pikir, dan takjub kepada keberanian para pahlawan bangsa.

Selain itu, sang penulis sesekali melemparkan kritikan pedas kepada bangsanya. Hanya saja, kritikan tersebut tersamarkan sehingga pembaca yang tidak jeli  tidak bakalan sadar.

Salah satunya kritikan yang bikin senyum-senyum miris di halaman 147. Yang disisipkan dalam dialog antara dua tentara kolonial Belanda, ketika puyeng menghadapi perlawanan Thomas Matulessy (Pahlawan Maluku).

Digambarkan Mouris Mayer sedang menghadap komandannya, Middelkoop, dan menyampaikan pendapat sebagai berikut.

"Maaf, Tuan, saya tidak bermaksud menyinggung. Tapi kita tahu, bukan? Walau orang-orang di negeri ini pemberani, mereka tak punya otak. Mereka tetaplah kaum barbar yang tak pernah menyentuh pendidikan modern Eropa. Mereka tidak pernah belajar matematika dan sastra. Mereka hanya sekumpulan hewan bodoh."

Muehehe .... Sebagai bangsa Indonesia, saya kok tersindir membaca perkataan Mouris Mayer dalam cerpen "Thomas Matulessy Dalam Kenangan Benteng Victoria" itu. 

O, ya. Satu lagi. Buku ini membuat saya kian memahami makna kalimat pelaut hebat tidak lahir di lautan tenang. Yoiii. Benar sekali. Saya kian paham setelah membaca cerpen "Nasib Seorang Pelaut".

Perlu diketahui, ada 6 cerita yang dihimpun dalam buku ini. Berturut-turut keenamnya adalah "Para Bandit dan Hantu Ophaalbrug", "Berburu Buaya di Hindia Timur", "Nasib Seorang Pelaut", "Babad Goa Jlamprong", "1913", dan "Thomas Matulessy Dalam Kenangan Benteng Victoria". 

 

Sampul belakang ( Dokpri www.tinbejogja.com )

Menurut saya, keenamnya keren. Isi cerita dan cara penceritaannya sama-sama menarik. Yang paling serius "1913". Yang paling kocak dan menjadi favorit saya "Nasib Seorang Pelaut".

Kekurangan buku ini apa, dong? Hmm. Dengan sedih saya akui bahwa satu-satunya kekurangan buku ini adalah bikin saya insecure. Iya, saya insecure karena tak kunjung mampu menulis fiksi yang keren. Hahaha!

Sebagai penutup, saya tegaskan kepada Anda sekalian untuk membaca buku ini. 

Sana gih, segera membeli atau meminjam. Insyaallah darinya akan didapatkan kebahagiaan serta pencerahan hidup berbangsa dan bernegara. Percayalah.

 

SPESIFIKASI BUKU

Judul:
Berburu Buaya di Hindia Timur

Penulis:
Risda Nur Widia

Penerbit:
Penerbit Pocer

Tahun Terbit:
Februari 2020

Tebal Buku:
vi +150

Ukuran Buku:
12 cm x 19 cm

ISBN:
978-623-90624-7-7

 

 


5 komentar:

  1. Rupanya tebal buku ini sampai 150 halamam dengan hanya terdiri dari enam cerita pendek di dalamnya. Sepertinya bukan masuk ke ranah cerpen kalau cukup panjang. Mungkin bisa disebut sebagai novelet?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi begitu, tetapi novellet yang pendek. Hihihi ... Belibet, ya? Karena ukuran bukunya agak imut juga sih.

      Hapus
  2. Ingin mendapatkan uang instant dengan modal 10k jadi 100k? hanya di situs haka4d solusi kere menjadi cuann tak terhingga. Segera daftar dan main, jadikan visi depo misi jackpot hanya di haka4d

    BalasHapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.