Kamis, 04 Maret 2021

[Book Review] Titik Kalimat Cinta

 


DARI ilustrasi sampul depan dan judulnya, sudah dapat ditebak kalau buku ini berkisah perihal cinta. Yup! Memang demikianlah adanya.  Buku ini merupakan novel remaja genre romantis-romantisan. Terlebih kemudian, ada pula ilustrasi-ilustrasi bernuansa merah jambu di beberapa halamannya.

Sejujurnya, andai kata tidak memperolehnya sebagai hadiah, kemungkinan besar saya tidak tahu bahwa di dunia ini pernah terbit sebuah novel remaja berjudul Titik Kalimat Cinta.  Iya. Ketika PO novel Selamat Tinggal karya Tere Liye, saya dibonusi buku ini oleh penjualnya. 

Jadi sampai di sini jelas, ya. Saya membacanya bukan sebab sok-sokan merasa ABG a.k.a remaja, melainkan berdasarkan pertimbangan "ada buku kok enggak dibaca". Eman-eman. Hahaha! Enggak mau rugi pokoknya.  

 

Salah satu ilustrasi bernuansa merah jambu

Coba tebak. Mengapa saya lingkari merah?

 

Lalu, bagaimana ceritanya?  Bagus atau tidak? Menurut saya, segalanya serba lumayan. Bagus tidak, buruk pun tidak. Standar. Datar. Penokohannya kurang kuat. Plotnya lurus belaka. Cenderung mudah ditebak jalan ceritanya. 

Salah ketik tak mewarnai buku ini. Namun, salah menyebut nama tokoh justru terjadi. Contohnya begini. Mestinya yang melakukan suatu adegan adalah B. Akan tetapi, yang ditulis justru A. 

Kemudian, masih terdapat uraian/penjelasan yang kurang masuk akal. Sebagaimana yang tampak pada foto ketiga, bagian yang saya lingkari merah. Mengapa Vania menitipkan kunci rumah kepada pembantunya?

Sesungguhnya kondisi demikian mengherankan. Apa penulis tidak membaca ulang naskahnya sebelum diserahkan ke penerbit?  Apa penerbit (baca: editor) tidak cek ricek lagi sebelum naik cetak? 

Yang paling bikin sedih, di halaman 19 ada sebuah kalimat yang beraroma body shamming. Inilah poin yang paling menjatuhkan apresiasi saya terhadap Titik Kalimat Cinta. Menyebabkan saya enggan merekomendasikannya kepada para remaja. Saya amat menyayangkan hal ini. Mari cermati kalimatnya.

....

Namun, Arga malah bertemu dengan seekor badak jawa. Bukan, bukan, tapi seorang wanita gemuk yang tengah berdiri di sampingnya, dengan tatapan sedikit menggoda. 

....

See! 

Bagaimana menurut kalian? Apakah saya berlebihan bila mengkritisi kalimat tersebut? 

Yeah! Walaupun dalam dunia nyata boleh jadi banyak orang yang gemar body shamming dalam pikiran, bahkan diverbalkan, saya pikir tidaklah elok bila dituliskan dalam sebuah buku. Sekalipun fiksi, tetap saja novel merupakan salah satu media edukasi literasi. Tetap dapat berpengaruh kepada para pembacanya. Iya 'kan?

Ngomong-ngomong, siapa tokoh utama dalam novel ini? Namanya Arga. Adapun cerita bergulir dari kisah cintanya dengan Nadia, namun terpaksa kandas sebab Nadia memilih pergi. Lalu, Arga yang tetap mencintai Nadia berjumpa dengan Vania. Seiring waktu, keduanya pun menjalin hubungan istimewa. Selanjutnya, Nadia ingin kembali menjadi pacar Arga. 

Bagaimana kesudahannya? Arga memilih balikan dengan Nadia atau lanjut dengan Vania? Rahasia, dong. Silakan cari sendiri novelnya, ya. Saya tak mau menjadi spoiler. Muehehehe ....

Baik. Sekian ulasan ini. Terlepas dari segala kekurangannya, saya tetap salut kepada sang penulis. Ketika buku ini terbit, usianya baru 19 tahun. Lumayan keren 'kan prestasi menulisnya? Namun tentunya, sang penulis masih perlu banyak belajar. Harapan saya, sekarang karyanya telah kian ciamik.

SPESIFIKASI BUKU

Judul Buku:

TITIK KALIMAT CINTA Ketika Hati Telah Memilih

Penulis:

Muggy Nugraha

Penerbit:

Sinar Kejora (Yogyakarta)

Tahun Terbit:

2013

Ukuran:

14 x 20 cm

Tebal:

180 hlm

ISBN:

978-602-7902-27-5

 

 


2 komentar:

  1. Saya fokus baca pas Mba beli novel Selamat Tinggal dan dikasih bonus novel lain. Baik banget sih penjualnya.

    Dari kemarin pengen beli novel Selamat Tinggal di toko buku, selalu ngga nemu. Mau beli online, malas bayar ongkir. Akhirnya malah nemu di perpus sekolah.

    Sekarang masih proses membaca, jadi baca review Selamat Tinggalnya nanti aja, takut kena spoiler, hehe,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bhahahaha .... Alhamdulillah klo nemu di perpustakaan. Iya, sih, klo mahal di ongkir aku juga ogah beli. Untung domisiliku murah ongkirnya. Tapi yaa enggak sering juga belanja online-nya hehehe ....

      O, ya. Ntar klo usai baca Selmat Tinggal, balik ke blog ini lagi ya, buat membandingkan dengan ulasanku. Hahahaha!

      Hapus

Terima kasih telah sudi meninggalkan jejak komentar di sini.