Dokpri |
Cinta yang Membuncah untuk Rasulullah SAW
BENAR bahwa sebuah tulisan bisa demikian dahsyat pengaruhnya bagi seseorang. Paling tidak, buku Muhammadku Sayangku menjadi bukti atas statemen itu. Karena membaca buku tersebut, saya tergerak untuk mengoreksi ketaatan diri ini kepada-Nya dan rasul-Nya. Tekad saya untuk memperbaiki cinta kepada Rasulullah pun menguat.
Iya, saya kesetrum oleh cinta melimpah ruah sang penulis kepada beliau SAW. Betapa tidak kesetrum? Seluruh isi buku berupa pujian kepada Rasulullah.
Sejak Bab 1-Bab 21 disuguhkan kemuliaan akhlaknya. Bukan melalui narasi yang telah umum kita dengar/baca, melainkan melalui tuturan pengalaman pribadi penulis. Berdasarkan sudut pandang personal sehingga feel-nya lebih kena. Ibarat testimoni sebuah produk yang disampaikan seorang teman dengan bahasa keseharian: simpel namun mengena.
Alhasil, sejak mulai membaca saya merasa tertohok. Apalagi ketika sudah tuntas membaca. Merasa bahu ini ditepuk keras-keras sambil ditanyai, “Hai, kamu yang mengaku umat Muhammad SAW. Benarkah kamu mencintainya? Sungguh-sungguhkah perasaanmu itu? Tidak sekadar pemanis bibirkah selawatmu kepadanya? Sudahkah kamu meneladani akhlak mulianya?”
Sejak Bab 1 Muhammadku Sayangku sudah gahar. Dalam bab yang berjudul “Sebuah Potret Hidup Ahlul Bait” itu disampaikan kisah tentang Rasulullullah beserta menantu (Ali bin Abi Thalib) dan cucu kesayangannya (Hasan-Husein).
Tatkala itu beliau menyusul, lalu menunggui Ali yang bekerja menimba air di kebun kurma milik orang Yahudi. Imbalannya alakadarnya. Cuma sebutir kurma untuk tiap timbaan. Sementara Hasan-Husein bermain-main sembari menyantap kurma hasil kerja ayah mereka.
Karena terjadi pada keluarga Rasulullah, kejadian biasa itu terasa istimewa. Bayangkanlah. Sosok agung yang pasti akan menempati surga-Nya saja tak canggung duduk nglemprak di kebun orang yang tidak seagama dengannya. Tidak pula merasa jatuh gengsi karena pekerjaan menantunya. Betapa rendah hati!
Mari bandingkan dengan diri kita. Sudah serendah hati itukah? Sementara kita selalu ngelunjak ingin mendapatkan syafaat darinya. Jadi, … Bagaimana bisa kita masih merasa memiliki muka dan hati di hadapan Rasulullah SAW kelak dengan perilaku-perilaku yang jauh panggang dari keluhungan akhlaknya? (hlm 24)
Luar biasa ‘kan? Itu baru hikmah dari Bab 1. Masih ada hikmah dari ke-20 bab berikutnya.
Singkat kata, meskipun gaya penulisannya santai dan tidak dipenuhi istilah khusus keislaman, buku ini sungguh penuh makna. Justru di sinilah letak kelebihannya. Pesan yang disampaikan penulis jadi lebih mudah dipahami oleh pembaca dari kalangan mana pun. Seberapa pun level “kesantrian”-nya.
Percayalah. Buku ini bakalan membuat kita berusaha keras untuk sampai pada fase … seketika hati bergetar, gemetar, kulit bagai meregang , dengan seluruh bulu kulit berdiri. Saking hunjamnya cinta kepada kepadanya SAW …. (hlm 88) … tatkala mendengar dan melantunkan ucapan selawat.
SPESIFIKASI BUKU
Judul Buku:
MUHAMMADKU SAYANGKU Perasaan-perasaanku yang Berhasil Dikisahkan (2)
Penulis:
Edi AH Iyubenu
Penerbit:
Diva Press (Yogyakarta)
Terbit:
November 2020
Tebal:
152 hlm
Ukuran Buku:
14 x 20 cm
ISBN:
978-623-293-129-9
nice book....
BalasHapusThank you for sharing the review
Okeee. Sama-sama.
Hapus