SELAIN rajin main medsos dan gemar pura-pura lari pagi, aku pun (berusaha) rajin membaca. Membaca apa saja termasuk membaca hatinya. Hahahaha! Namun yang paling utama, tentu membaca buku. Mengapa? Sebab membaca itu penting bagi seorang penulis.
Iya, lho. Jelek-jelek begini aku termasuk bisa disebut penulis. Meskipun tulisan-tulisanku belum secemerlang Mahfud Ikhwan, kalian toh tidak dapat menyebutku sebagai artis. Iya 'kan? Bagaimanapun prejenganku, sebutan yang paling cocok bagiku ya memang penulis.
Astaga! Prolognya kepanjangan. Berpotensi berbelit-belit kalau tak segera diberantas. Padahal, intinya diriku hanya ingin pamer kalau pada Selasa lalu, 27 Oktober 2020, resensiku atas Cerita, Bualan, Kebenaran karya Mahfud Ikhwan dimuat Suara Kedaulatan Rakyat. Berikut ini adalah buktinya.
Kisah
di Balik Karya-karya Mahfud Ikhwan
Oleh Agustina Purwantini*
“ …. Resensi buku penting,
tapi resensi tak pernah sama dengan kritik, dan peresensi bukanlah kritikus
sastra.” (hlm 139)
DEMIKIAN
statemen Mahfud Ikhwan dalam buku terbarunya yang berjudul Cerita, Bualan, Kebenaran. Namun, saya tak gentar. Justru gara-gara
statemen itu, saya merasa perlu untuk meresensi buku tersebut. Tentu agar makin
banyak orang yang membacanya dan kemudian tergerak untuk menjadi kritikus
sastra.
Bukankah
melalui statemen di atas, ia bermaksud mengingatkan adanya kelangkaan kritikus
dalam dunia sastra Indonesia? Terkhusus kritikus yang mumpuni dan bernas. Yang persentase kelangkaannya meningkat beberapa
tahun belakangan. Padahal, kegairahan dan minat terhadap sastra justru sedang
tinggi.
Sungguh
wajar kalau Mahfud Ikhwan menggelisahkan kondisi tersebut. Sebagai sastrawan,
ia pastilah butuh kritikan bagus untuk karya-karyanya. Begitu pula para koleganya
sesama sastrawan.
Selain
perihal kritikus, Mahfud Ikhwan berkisah tentang hal-hal di balik kelahiran Ulid Tak Ingin ke Malaysia, Kambing dan
Hujan, dan Dawuk. Yang ternyata ketiganya
butuh proses penulisan bertahun-tahun plus segala dinamika yang menyertai. Para
penikmat sastra Indonesia pastilah tahu ketiga novel tersebut.
Alhasil
pembaca bisa memperoleh banyak pelajaran, inspirasi, dan motivasi dari buku
ini. Dua inspirasi yang dapat diambil adalah (1) kegigihan seorang Mahfud
Ikhwan (semasa TK-kuliah) dalam mengatasi keterbatasannya untuk mengakses
sumber bacaan/referensi bermutu; (2) sikap pantang mundurnya untuk menjadi
penulis keren (ternyata dahulu cerpen-cerpennya pun kerap ditolak media massa).
Singkat
kata, buku ini bermuatan serius namun tetap memunculkan kegokilan ala Mahfud Ikhwan.
Jawaban atas sebuah wawancara mengenai perkembangan dan masa depan sastra
Indonesia inilah salah satu contohnya.
…. Karena
tak ada hal yang terlalu tinggi yang pernah dicapai sastra kita, saya merasa
tak perlu terlalu mengkhawatirkannya …. (hlm 137)
Sempurnakah
buku ini? Tentu tidak. Selain kesempurnaan memang hanya milik-Nya SWT, de facto menyimpan secuil ganjalan yang
berupa “pengulangan materi”. Maklumlah. Buku ini memang disusun dari
tulisan-tulisan yang sebelumnya dimuat di berbagai media. Kalau Anda penggemar karya
Mahfud Ikhwan, pastilah pula pernah membacanya sebelum membaca di sini. Hal
demikian tak jadi soal benar. Yang agak jadi soal malah gangguan teknis yang
berupa beberapa typo.
Namun,
percayalah. Ketidaksempurnaan yang ada tak mereduksi arti penting buku ini.
Maka Anda penikmat sastra Indonesia tak perlu ragu untuk membacanya.
Bergegaslah untuk mendapatkannya. Mungkin Anda beruntung mendapatkan edisi
perdana yang bernomor seri hingga 500 saja. Adapun buku yang saya pegang
bernomor seri 244 dan ada tanda tangan sang penulis.
SPESIFIKASI BUKU
Judul Buku:
CERITA, BUALAN, KEBENARAN (Mahfud Ikhwan
dan Cerita-cerita yang Ditulisnya)
Penulis:
Mahfud Ikhwan
Penerbit:
Tanda Baca (Yogyakarta)
Terbit:
September 2020
Tebal:
vi + 144 hlm
Ukuran Buku:
12 x 19 cm
ISBN:
978-623-93977-1-5
*Alumni Sasindo UGM, blogger, tinggal di
Yogyakarta
Keren mba, bisa nembus media massa. Saluuut
BalasHapusMakasih, Mas.
HapusByuh, minder saya kalau lihat kehebatan orang dalam menulis gini. Semoga makin sukses menulisnya mbak, terima kasih sudah main ke blog saya. :)
BalasHapusSama-sama, Mas. Insyaallah lain kali berkunjung lagi kalau sudah ada tulisan baru. Sambut saya dengan baik, ya. Hehehehe ....
HapusBTW saya belum menjadi penulis hebat. lho. Baru dalam tahap hebat wanna be. Doakan beneran jadi hebat, ya. Mari sama-sam menghebatkan diri. Oke? Tengkiyuu atas atensinya.
penulis seperti terlihat sederhana, tapi hanya orang berbakat yang mampu melakukannya dengan sangat baik.
BalasHapusSalut
Namun, bakat hanya penentu 1 persen lho, Mas. Yang 99 persen kerja keras hihihi ... Buktinya banyak penulis yang berhenti nulis sebab kelah bin jenuh.
HapusKereen banget Mba, resensinya sampai dimuat gitu 😍😍
BalasHapusAlhamdulillah. Terima kasih atas apresiasinya, ya.
Hapus