HALO ....
Waduh! Rasanya sudah terlalu lama kuabaikan blog ini. Bukan sebab malas menulis, lho. Justru sebaliknya, terlalu banyak tugas menulis yang mesti kuselesaikan. Jadiii, diriku yang kalem (baca: lelet) merasa ngos-ngosan untuk sekalian mengurusi blog kece ini. Eh? Memang kece 'kan? Haha!
Alhamdulillah kali ini aku termotivasi untuk kembali. Tentu kembali untuk menggoreskan kata-kata di sini. Benar-benar kembali dan menulis di sini. Tak seperti hari-hari lalu yang sekadar wacana. Haha!
Baik. Sebagai pemanasan, kali ini aku hendak kembali memperbincangkan buku inspiratif ini: Cinta Tanpa Syarat.
Sebelumnya aku telah mengulas buku tersebut di [Book Review] Cinta Tanpa Syarat. Di blog pribadiku ini. Istilahnya lokalan begitu, deh. Adapun sekarang aku ingin pamer ulasanku versi lain. Yakni versi yang dimuat Kedaulatan Rakyat. Yang terbit pada Minggu, 4 Agustus 2019.
Pamerku ini jangan disiriki melulu, ya. Selain berniat sombong (Hahaha!), aku sebenarnya ingin kalian mencermati perbedaan gaya ulasanku. Lihatlah. Meskipun objek yang diulas sama, kalau media tayangnya berbeda plus tujuan ulasannya sedikit berbeda, gaya menulisnya pun wajib berbeda.
Sudahlah. Daripada prologku kian berbelit-belit, silakan langsung baca saja. Siapa tahu setelahnya nanti kalian termotivasi untuk menulis resensi juga.
Waduh! Rasanya sudah terlalu lama kuabaikan blog ini. Bukan sebab malas menulis, lho. Justru sebaliknya, terlalu banyak tugas menulis yang mesti kuselesaikan. Jadiii, diriku yang kalem (baca: lelet) merasa ngos-ngosan untuk sekalian mengurusi blog kece ini. Eh? Memang kece 'kan? Haha!
Alhamdulillah kali ini aku termotivasi untuk kembali. Tentu kembali untuk menggoreskan kata-kata di sini. Benar-benar kembali dan menulis di sini. Tak seperti hari-hari lalu yang sekadar wacana. Haha!
Baik. Sebagai pemanasan, kali ini aku hendak kembali memperbincangkan buku inspiratif ini: Cinta Tanpa Syarat.
Sebelumnya aku telah mengulas buku tersebut di [Book Review] Cinta Tanpa Syarat. Di blog pribadiku ini. Istilahnya lokalan begitu, deh. Adapun sekarang aku ingin pamer ulasanku versi lain. Yakni versi yang dimuat Kedaulatan Rakyat. Yang terbit pada Minggu, 4 Agustus 2019.
Pamerku ini jangan disiriki melulu, ya. Selain berniat sombong (Hahaha!), aku sebenarnya ingin kalian mencermati perbedaan gaya ulasanku. Lihatlah. Meskipun objek yang diulas sama, kalau media tayangnya berbeda plus tujuan ulasannya sedikit berbeda, gaya menulisnya pun wajib berbeda.
Sudahlah. Daripada prologku kian berbelit-belit, silakan langsung baca saja. Siapa tahu setelahnya nanti kalian termotivasi untuk menulis resensi juga.
Bahagia
Bersama Anak Special Need
Oleh
Agustina Purwantini
PERAN seorang ibu sangatlah dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangan buah hatinya. Apalagi jika si buah hati tergolong
sebagai special need, berkebutuhan
khusus. Makin rumit kebutuhan khususnya, makin besar pula kadar kebutuhannya akan
peran ibu. Namun, menjadi ibu dari anak berkebutuhan khusus tentu tak mudah.
Butuh kekuatan mental dan keikhlasan yang jauh lebih besar, jika dibandingkan
dengan menjadi ibu dari anak normal (well
child). Sementara kekuatan mental dan keikhlasan tersebut tak serta-merta
bisa dimiliki.
Begitulah kenyataannya. Keempat penulis buku ini pun
butuh perjuangan berat untuk sampai di tahap menerima sepenuh hati. Tanpa
menyalahkan Tuhan sedikit pun, atas takdir istimewa yang mereka jalani.
Dan rupanya, hati yang menerima adalah kunci.
Seorang anak berkebutuhan khusus, sekalipun masih bayi merah, sudah punya
kepekaan tinggi. Ia paham jika ada yang tak berkenan dengan kondisinya. Maka
ketika orang yang tak berkenan itu mendekati atau menggendongnya, ia bakalan
rewel sebab merasa tak nyaman. Hal ini seperti yang dialami oleh Bunda Rita Octavia.
.....
Mungkin karena saya belum ikhlas menerimanya, anak saya tidak mau saya gendong.
Semalaman rewel terus. Minum ASI juga tidak mau. Semalaman Shelyta digendong terus
oleh papanya. Dia lebih nyaman sama papanya ketimbang dengan saya. (hlm 44)
Barulah ketika Bunda Rita memutuskan untuk legawa menerimanya, Shelyta mau
digendong. Bahkan, sang bunda tak sekadar berusaha untuk ikhlas. Beliau juga
meminta maaf pada bayi istimewanya itu.
Buku ini sungguh syahdu. Menimbulkan rasa haru
sekaligus kembali menyadarkan bahwa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya
absolut. Betul-betul tanpa syarat. Bagaimanapun kondisi sang anak. Baik special need maupun well child.
Sekali lagi, memang tak mudah untuk menjadi ibu dari
anak berkebutuhan khusus. Menuju titik ikhlas saja butuh proses tak sebentar.
Apalagi kalau pakai acara direcoki oleh komentar-komentar sadis dari mereka
yang berlisan ringan. Yang sebenarnya tak paham mengenai anak berkebutuhan
khusus. Dan sesungguhnya, bagian tersulit dari proses ikhlas justru dalam hal
menghadapi “apa kata orang”.
Kisah yang terangkum dalam buku ini sungguh
menginspirasi dan memotivasi. Terlebih bagi para orang tua yang juga punya anak
berkebutuhan khusus. Betapa tidak? Dengan cara masing-masing, para penulis
menunjukkan pada dunia bahwa anak berkebutuhan khusus pun dapat mendatangkan
kebahagiaan dan rasa syukur yang membuncah.
....
Bahagia mengetahui ada aku di balik senyum dan tawamu/Kau menghebatkanku, kau
yang menguatkanku/Terima kasih telah hadir dalam hidupku ....
(hlm 130)
Sementara bagi orang tua dari well child, buku ini dapat menjadi pengingat. Yakni pengingat untuk
mendidik sang anak agar tak memandang rendah kawannya yang berkebutuhan khusus.
Atau, menganggap orang tua anak berkebutuhan khusus sebagai sosok yang selalu
diliputi kesedihan. ***
SPESIFIKASI BUKU
Judul Buku:
CINTA TANPA SYARAT Kado untuk Ibu dengan Anak Istimewa
CINTA TANPA SYARAT Kado untuk Ibu dengan Anak Istimewa
Penulis:
Diazwara Anjani
Rita Octavia
Elsie Nitria
Kartika Nugmalia
Diazwara Anjani
Rita Octavia
Elsie Nitria
Kartika Nugmalia
Penerbit:
Shira Media, Yogyakarta
Shira Media, Yogyakarta
Tahun Terbit:
2019 (Cetakan Pertama)
2019 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku:
xii + 180 hlm
xii + 180 hlm
Ukuran Buku: 1
3 x 19 cm
3 x 19 cm
ISBN:
978-602-5921-17-9
978-602-5921-17-9
iya juga yah mba, kadang kita suka salah menempatkan iba kita. padahal keluarga dgn anak berkebutuhan khusus punya cerita suka dan gembira juga
BalasHapusBetttul, Bang. Dan... Mereka enggak butuh rasa iba kita sebetulnya.
Hapus