Sampul Depan |
APA jadinya jika sebuah kampung melahirkan tiga maestro? Wow! Jadinya ya keren. Punya satu maestro saja sudah keren, kok. Kalau sampai punya tiga berarti keren sekali. Yup! Demikianlah yang terjadi dengan Kampung Kemlayan.
Kampung yang dijejali lorong sempit itu berada di salah satu sudut Kota Solo. Menempati kawasan yang sesungguhnya tak begitu luas. Pada masa lalu merupakan domisili para abdi dalem seniman istana Kasunanan.
Dengan komposisi penduduk yang seperti itu, sudah pasti Kemlayan punya keistimewaan tersendiri jika dibandingkan kampung lain pada umumnya. Iya. Kemlayan masa lalu memang menyimpan sederet kisah unik.
Lebih dari itu, Kemlayan merupakan satu-satunya kampung yang dihuni rombongan seniman dalam rentang panjang Dinasti Mataram Islam. Dalam lintasan sejarah Yogyakarta pun tak ada kampung yang serupa dengan Kemlayan.
Begitulah. Kemlayan itu tiada duanya. Akan tetapi, entah mengapa justru tersingkir dari panggung sejarah Jawa. Bahkan, ketika maestro tari Sardono W. Kesuma mendunia di era yang lebih modern, Kemlayan tetap kurang terekspose.*Menurut pengamatan saya.*
Jangan-jangan pula penduduknya sekarang tak mengerti masa lalu Kemlayan. Atau, sebenarnya cukup tahu namun tak antusias sehingga tak pernah bercerita apa pun tentang kampungnya.*Saya curiga.*
Kiranya kecurigaan saya beralasan. Buktinya kawan saya yang bertempat tinggal di Kemlayan (dan ia memang asli situ) tak pernah berkisah perihal keistimewaan kampungnya. Sementara pada saat yang bersamaan, saya tak asing dengan nama Sardono W. Kesuma.
Entahlah. Hal demikian terjadi di antara kami saja atau memang jamak terjadi pada warga Kemlayan kekinian. Kalau memang jamak terjadi, duuuh ... gawat!
Untung saja terbit buku ini. Sebuah buku yang sarat informasi penting mengenai Kemlayan beserta para seniman tari-karawitan terkemuka yang dilahirkannya. Beneran. Isinya sungguh padat dan kerad. Mengungkap kisah-kisah spektakuler yang tersimpan di kampung tua tersebut.
Buktinya selain membuat saya kian paham dengan sosok Sardono W. Kesuma, buku ini juga membuat saya tahu Mlayawidada dan S. Ngaliman, yang sebelumnya tak pernah saya ketahui sama sekali.
Yang menakjubkan, saya pun menjadi tahu bahwa De Tjolomadoe, ternyata merupakan objek wisata keren yang salah kedaden .... *Kalau kepo bagaimana salah kedaden-nya, silakan baca langsung bukunya, ya.*
Kalau ingin tahu lebih detil mengenai De Tjolomadoe, silakan baca ulasan kompletnya di sini.
Yang lebih menakjubkan, saya bahkan mendapatkan informasi tentang ciu bekonang dari buku ini. Wow! Senang dong, saya. Serasa menemukan harta karun. Selama ini saya 'kan penasaran dengan minuman keras legendaris tersebut. Hahaha!
Pendek kata, ada banyak pencerahan dan informasi terkait dunia seni tari dan karawitan dalam buku ini. Mulai dari yang berat hingga yang "remeh temeh". Yang bikin saya terkejut juga ada. Misalnya kisah tentang Sardono yang lolos dari upaya pembunuhan gara-gara kreasi dan inovasinya dianggap merusak pakem. Dianggap tidak nJawani.
Buku yang merupakan hasil penelitian sejarah selama 10 tahun ini sungguh keren. Darinya kita menjadi tahu banyak tentang Kemlayan. Saya, yang dahulu pernah berkunjung tanpa paham simpanan kisah sejarahnya, serasa diajak kembali menapaki lorong-lorong sempitnya. Tentu dengan sudut pandang dan imajinasi baru tentangnya.
Buat kalian, wahai seniman muda dan calon seniman, bacalah buku ini. Demi memperluas cakrawala berpikir terkait seni tari dan karawitan plus kesenian pada umumnya. Kalau saya yang bukan seniman saja mau membacanya, berarti kalian mesti lebih intensif membacanya.
Sampul Belakang |
SPESIFIKASI BUKU
Judul Buku:
SATU KAMPUNG TIGA MAESTRO Biografi Sardono W Kusuma, Mlayawidada, dan S, Ngaliman
Penulis:
Heri Priyatmoko
Penerbit:
Bukukatta bekerja sama dengan Kemendikbud
Tahun Terbit:
Desember 2020
Ukuran Buku:
13,5 x 20 cm
Tebal Buku:
x+254 hlm
ISBN:
9786237245483
Yang kuingat tentang Kemlayan itu gang-gang yang sempit dan rumah-rumah kuno. Kampung priyayi gitu. Hehe.
BalasHapusBtw jujur aku baru tau sih kalau ketiga seniman itu berasal dari sana. Duhhh dasar yaa.. orang Solo tapi gak tau sejarah seni dan budayanya, hahaha.
Iya, benar. Kemlayan adalah kampung priayi seniman. Tempat tinggal para abdi dalem kraton yang bertugas sebagai niyaga.
HapusAku belom baca buku ini dong. tapi kok kayaknya agak berat dan bagus ya :D
BalasHapusBagus, itu benar. Agak berat. itu pun benar. Namun, bacalah. Menarik kok.
HapusYa ampun aku jadi malu sama diri sendiri, krna baru tau ada kampung Kemlayan, tempat lahirnya 3 maestro. Setuju sih kak, kurang terekspos, jadinya anak skrg mngkin kurang tahu. Duh jd pengen baca bukunya
BalasHapusEh? Wong Solo jugakah?
HapusKarena hasil penelitian selama 10 tahun aku yakin banget buku ini asli keren dan isinya padat. Jadi penasaran dengan Kampung Kemlayan dan cerita yang menyertainya :)
BalasHapusYoiii. Benar sekali. Penelitian satu dekade berarti ada banyak detil yang bisa ditangkap.
HapusBanyak hal yang belum aku jumpai di buku ini, dan menarik ya belajar tentang sejarah. Aku baru tau ada minuman ciu bekonang, masih bisa dijumpai?
BalasHapusciu bekonang masih ada Mbak setahuku
HapusReferensi buku yang bermutu nih, patut dimasukkan dalam daftar bacaan yang recommended untuk dibaca.
BalasHapusiya, benar. Terlebih bagi orang yang menekuni dunia kesenian terkhusus seni tari dan karawitan.
HapusBelum pernah baca buku satu ini, sepertinya menarik. Btwe resensi bukunya keren banget, bikin penasaran aja nih pengen baca bukunya langsung
BalasHapusIni termasuk buku baru, terbit Desember lalu dan tampaknya memang tidak ada di toku buku. Saya beli dari penulisnya langsung.
HapusAku belum pernah baca buku ini. Dari ulasannya aja pasti buku ini bagus sekali dan patut dimiliki dan dibaca sampai habis 😊😊 Risetnya aja bertahun2, effort yang sangat wow...
BalasHapusRiset sampai satu dekade memang sesuatu ya. Kesetiaan tiada tara pada ilmu pengetahuan.
HapusAku penasaran mbaaaa
BalasHapuskarena aku juga pengin memperluas cakrawala berpikir terkait seni tari dan karawitan plus kesenian pada umumnya
Bagus Mbak klo penasaran. Tinggal gas cari bukunya. Heheyhehe
Hapusmenarik! baru tau ada kebudayaan sejak mataram dulu ya mengenai abdi dalem dan kampung khusus tempat tinggal para pekerja seni kerajaan hingga sekarang
BalasHapusSaya juga baru tahu, Mas. Padahal saya malah sudah pernah main ke situ.
HapusAku orang jatim mbak, tapi sueriiing ke solo. Apa-apa ya ke solo wah jadi penasaran nih dengan buku ini wajib baca nih biar tahu sejarah
BalasHapusKlo ke Solo lagi sempatin mampir Kampung Kemlayan, Mbak. Asyik kok buat pepotoan.
HapusBelajar sejarah dan seni memang mengasikkan ya.. dan jika di daerah kita ada maestro seni sampai 3 bisa jadi daerah itu sangat peduli denga. Pelestarian budaya
BalasHapusSangat peduli dan iklimnya memungkinkan untuk melahirkan maestro sampai turun temurun
HapusPenasaran sama.bukunya yang bertemakan tari-karawitan jarang jarang ada buku yang menganggkat tentang budaya Tradisional
BalasHapusIya, Kak. Kalaupun ada kadngkala tak begitu dilirik juga.
Hapus