HALO ....
Sebagai selingan, yuk ngobrolin tentang cita-cita. Terkhusus cita-cita menjadi penulis. Lebih khusus lagi, menjadi penulis buku.
Sejauh pengamatan saya yang sebenarnya belum jauh-jauh amat, belakangan kian banyak orang yang ingin jadi penulis. Hmm. Mungkin salah satunya Anda. Kalau tidak, ya sudah. Tidak usah merasa tertekan dengan pertanyaan saya itu. Hahaha!
Banyak penulis yang membuka kelas menulis, baik berbayar maupun gratis. Peminatnya pun selalu banyak. Nah, lho. Bukankah itu bukti sangat nyata bahwa makin banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis?
Sebagai penulis jadi-jadian yang belum pernah jadian sama penulis, saya tentu senang melihat fakta tersebut. Berarti peluang saya jadian sama penulis kian terbuka, dong. Eh?! Hihihi ....
Bukan, bukan. Maksud saya, berarti dunia literasi kita kian bergairah. Makin banyak pemainnya.
Namun di sisi lain, saya menjumpai banyak penulis yang berkeluh kesah perihal honor. Ada yang mengeluhkan kecilnya jumlah honor. Ada pula penulis yang merasa gemas sekali sebab saking lamanya honor yang tak seberapa itu ditransfer ke rekeningnya.
Dalam beberapa kesempatan, pernah pula saya membaca keinginan para penulis untuk berhenti menulis sebab minimnya penghasilan dari menulis. Bahkan, beberapa penulis telah melakukannya. Benar-benar telah banting setir menjalani profesi lain.
Ada yang menjadi penjual kopi, penjual mi ayam, membuka katering, menerima PO kue, dan menjual apa pun yang bisa dijual. Pastinya kecuali menjual harga diri. O, ya. Tentu ada juga yang menjadi penjual buku.
Itu yang terjadi pada penulis yang murni menafkahi hidupnya dari menulis, ya. Kalau penulis yang punya pekerjaan lain, baik pekerjaan lainnya itu merupakan pekerjaan utama maupun sekadar sambilan, ya relatif gampang. Toh pensiun menulis tak serta-merta membuatnya kehilangan sumber penghasilan meskipun jumlahnya mungkin memprihatinkan.
Maka saya sungguh merasa heran. Kedua kondisi (kubu) tersebut nyambung-nya di mana? Yang satu mengeluhkan kondisi jadi penulis, yang satu berjuang keras untuk menjadi penulis.
Ah, entahlah. Kalau digali lebih dalam, mungkin bakalan ketemu sambungannya. Insyaallah kelak saya akan menuliskannya jika berhasil menemukannya.
Namun sebelum mengakhiri tulisan ini, saya hendak mengajukan sebuah pertanyaan. Terkhusus buat Anda yang sedang ingin menjadi penulis. Hmm. Pertanyaan saya panjang, lho. Silakan cek di bawah ini.
"Yakin? Mau jadi penulis? Sudah siap sering terlambat menerima honor? Sudah siap dinyinyiri penulis lain? Sudah siap banyak baca buku dan aneka referensi lainnya?"
Sepertinya saya termasuk kubu yang ingin jadi penulis tapi sampai sekarang belum ada buku yang berhasil ditulis. Sewaktu kuliah, saya bahkan pernah ikut FLP karena hal itu.
BalasHapusSaya sendiri sebenarnya sudah punya pekerjaan lain. Tergiur ingin jadi penulis bukan perkara honornya, tapi mungkin rasa bangga karena berhasil menulis sebuah buku. Oleh karenanya ngga sempat mikirin honor atau nyinyiran penulis lain.
Padahal kalo membaca blogger lain yang sudah pernah menerbitkan beberapa buku, kalo niat utamanya kuat dan bersungguh-sungguh, perkara menerbitkan buku tidaklah terlalu sulit. Baik itu berupa antalogi ataupun solo. Tidak perlu penerbit besar, bisa indie ataupun mandiri. Banyak komunitas yang bisa membantu.
Masalahnya sekarang, saya bahkan belum pernah selesai menulis satu naskah pun. Boro-boro jadi buku.
Maka saya pun tak bisa untuk sekedar jadi penulis jadi-jadian.
Hehehehe .... Semangat, Mbak. Mbak sudah punya modal utama untuk menjadi penulis. lho. Yang malahan acap kali dilupakan oleh demikian banyak orang yang mengaku ingin jadi penulis. Modal yang saya maksudkan adalah SUKA MEMBACA. Tolong konsisten membaca saja du;lu. Sambil bikin ulasan di personal blog kayak sekarang. Yang penting tidak pasif menulis. Insyaallah ntar akan ketemu jalan untuk jadi penulis buku.
HapusNamun sebenarnya nih ya, sekarang Mbak sudah layak pula disebut penulis.
Itulah sebabnya saya bilang kenteman-teman yang mau jadi blogget, jangan menulis karena uang karena menulis itu "pekerjaan hati". 😍
BalasHapusBenar, Mbak. Tanpa hati tanpa cinta, kita tak bakalan bertahan di dunia yang merupakan kerja keabadian ini.
HapusSeneng banget kalau banyak orang-orang disekitarku yang suka menulis, berarti kita se-frekuensi hehe. Intinya menulis harus suka dulu yaa jangan ada paksaan, yang penting nulis dengan happy ajah.
BalasHapusTepat. Menulis itu harus menyenangkan penulisnya, kemudian berfaedah bagi pembacanya, minimal menghibur. Bukan malah menyebabkan pembaca berpikiran ngatif. hehehe ...
HapusAku menulis benar-benar dengan niat berbagi. Yak pernah mikir honor. Honor dan penghasilan hanya "rezeki penyerta". Bagiku rezeki yang sebenarnya adalah tulisan yang bermanfaat untuk orang lain.
BalasHapusBagus, Mbak. Lanjutkaaan. Beruntunglah dirimu punya sumber pendapatan lain. Jadi, tak tergantung pada honor menulis.
HapusAku hobi nulis sejak SD, nulis diary, jadi perwakilan sekolah lomba mengarang dll. Belum menang sih wkwkwkw... Mau banget jadi penulis dan blogger profesional 😍 Baru seiprit banget sih ada 6 buku antologi, 1 novel berantai Love Asset, 1 buku anak Storypedia Nusantara. Semoga nanti bisa berkembang lagi, doain yach. Salam kenal 😀
BalasHapusPencapaian menulisnya sudah bagus, Mbak.
HapusSalam kenal balik, sekali lagi.
Iya, sekali lagi. Sebab kurasa, kita sudah kenalan di www.tinbejogja.com 😀😀😀
Impian sejak sekolah adalah menjadi penulis. Tapi udah kerja kesampaiannya jadi content writer saja. Ya sama sama menulis beda fokus aja hihihi
BalasHapusYa, dirimu sudah termasuk penulis itu. Content writer ya penulis. Bukan beda fokus, namun beda medianya.
HapusSalah satu mimpi saya sejak lama ya jadi penulis
BalasHapusKayaknya kok indah banget ya kalau suatu hari bisa nerbitin buku dengan nama saya tercetak di sampulnya
Ah... yakin bisa nyampai ke sana? ENtahlah. Jalani saja dulu prosesnya
Harus yakin kalau bisa mencapainya, Mbak. Menjalani proses bisa makin mantap dan terniat kalau sudah yakin duluan.
HapusNamun, tentu sebelum yakin mesti sanggup menjawab dulu pertanyaan-pertanyaan di paragraf terakhir itu. Hehehehe...
Yakin mb.. Emang bbrp kali telat honornya.. Cuman jalan kluarnya nulis yg banyak.. Biar yg telat bisa tertutupi dengan honor yg lain hehe
BalasHapusYup! Betuuuul bangeeet. Kalau sudah yakin, niat kuat, segala kendala dan hal yang tak mengenakkan pastilah dapat kita siasati.
HapusSalah satunya ya terkait dengan honor telat. Memang soluso terkerennya adalah nulis yang banyak. Nulis, kirim, lupakan. Gitu teruuus, paati durasi nunggu yang lama gak bakal terasa.
Sip. Semangat terus untuk menulis, Mbak.
Saya sudah lama punya keinginan jadi penulis tapi gak pernah terlintas pertanyaan sepertu yang diajukan di atas. Maksudnya belum pernah kepikiran ke ssna hehe cuma kalaupun jadi penulis saya juga gak niat mau full time paling cuma sebagai selingan saja *eh
BalasHapusHehehehe isai baca tulisan di atas tentu otomatis memikirkannya walaupun sedikit.
HapusOke. Sekalipun sekadar doniatkan untuk selingan, tetaplah berusah untuk menulis yang bagus dan berfaedah.
Yakin donggg kak. Karena menulis tentang menjadi jalan ninjaku sejak lama.
BalasHapusOke, sip. Yakin berarti sudah siap dengan segala risikonya. Lanjutkaan.
HapusJangan lupa untuk banyak baca, ya. Itu modal nulis yang utama. Tak melulu baca buku dan aneka referensi lain, tetapi juga membaca situasi dan hal-hal semacam itu.
Menulis adalah seni berekspresi melalui media tulisan. Ya kalau tulisannya tentang diary, daily life, atau karya sastra. Namun penulis gak hanya sesempit itu.
BalasHapusAku pernah menulis di blogku tentang Jenis Jenis Content Writer. Ada banyak tipe yang bisa kamu sesuaikan sesuai keahlian.
Masalah honor telat bayar dan sejenisnya, itu kembali ke kesepakatan awal. Apakah honor dibayar di awal, atau setelah jadi, 3 hari setelah tulisan disetujui, sampai 2 minggu setelah tulisan dibuat.
Pastikan ada "hitam di atas putih" biar sama-sama enak. Hehehe..
Yoiii, Kak. Ada banyak tipe tulisan yang dapat kita pilih sesuai dengan minat dan kepiawaian kita.
HapusBTW kalau soal honor telat yang kumaksudkan itu, yang biasa kirim tulisan ke koran/majalah.Kan kita gak punya perjanjian hitam di atas putih. Cuma ada info, honor akan dibayarkan dua minggu (misalnya) setelah tulisan diterbitkan.Eee, tahunya bisa dua bulan.
Akuuuu ingin jadi penulis seperti dirimu, kakak...
BalasHapusKamu kan sudah jadi penulis, Kak.
Hapustetep masih ada sampe sekarang soal cita cita aku pengen jadi penulis dengan buku banyak yang terpajang di rak buku toko buku.
BalasHapuskalaupun nggak bisa jadi kayak Andrea hirata, paling nggak ngeblog udah berhasil menyalurkan hobi menulis
Ayo, Mbak, tetap semangat. Kesempatan nulis buku masih terbuka lebar.
Hapus